Rabu, 04 Maret 2015

Fungsi, Peran,Sumber Dana, Sumber Pendapatan, dan Instrumen Keuangan BANK SYARIAH

BANK SYARIAH part 2


Fungsi dan Peran Bank Syariah

Fungsi dan peran bank syariah yang diantaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution) adalah sebagai berikut:
  1. Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah
  2. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
  3. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya.
  4. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank dalam Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, dan mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.


Sumber Dana Bank Syariah

Arifin (2009) menjelaskan bahwa sumber dana bank syariah terdiri dari:

a. Modal inti (core capital), adalah dana modal sendiri yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham, yakni pemilik bank. Pada umumnya modal inti terdiri dari:
  1. Modal yang disetor oleh pemegang saham.
  2. Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian di kemudian hari.
  3. Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank.
b. Kuasi ekuitas (mudharabah account). Bank menghimpun dana berbagi hasil atas dasar prinsip mudharabah, yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama, dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari. Berdasarkan prinsip ini, bank menyediakan jasa bagi investor berupa:
  1. Rekening investasi umum, dimana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah (unrestricted investment account). Dalam hal ini bank bertindak sebagai mudharib dan nasabah bank bertindak sebagai shahibul maal, sedangkan keduanya menyepakati pembagian laba (bila ada) yang dihasilkan dari penanaman dana tsb dengan nisbah tertentu. Dalam hal terjadi kerugian, nasabah menanggung kerugian tsb dan bank kehilangan keuntungan.
  2. Rekening investasi khusus, yaitu bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek-proyek tertentu yang mereka setujui atau mereka kehendaki.
  3. Rekening tabungan mudharabah. Dalam aplikasinya bank syariah melayani tabungan mudharabah dalam bentuk targeted saving, seperti tabungan kurban, tabungan haji atau tabungan lain yang dimaksudkan untuk suatu pencapaian target kebutuhan dalam jangka dan atau jangka waktu tertentu.
c. Dana titipan (wadi'ah/non-remunerated deposit) adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Menurut Arifin (2009), dana titipan ini dikembangkan dalam bentuk berikut:
  1. Rekening giro wadi'ah, dalam hal ini bank menggunakan prinsip wadi'ah yad dhamanah. Dengan prinsip ini bank sebagai custodian harus menjamin pembayaran kembali nominal simpanan wadi'ah. Dana tsb dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dan bank berhak atas pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan tsb dalam kegiatan komersial.
  2. Rekening tabungan wadi'ah. Dalam hal ini nasabah dapat menarik sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Bank menjamin pembayaran kembali simpanan mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tsb adalah milik bank, tetapi atas kehendaknya sendiri, bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang berasal dari sebagian keuntungan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan jasa-jasa yang berkaitan dengan rekening tsb.

Sistem Operasional Bank Syariah

Secara umum sistem operasional bank syariah hampir tidak memiliki perbedaan dengan bank umum konvensional yakni menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan kepada masyarakat yang menyalurkan dana. Hanya saja yang membedakannya adalah pada landasan operasional dan beberaoa mekanisme produk yang harus berdasarkan syariat Islam.
Sigit dan Totok (2008) menjelaskan bahwa dalam sistem bank syariah dana nasabah dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya membungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja nasabah membutuhkan bank syariah harus dapat memenuhinya. Akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana.

Rizal, yahya, Martawireja, Abdurahim (2009:57) dalam bukunya menyebutkan bahwa sistem operasional bank syariah antara lain:
  1. Sistem operasional bank syariah dimulai dari kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat. Penghimpunan dana dapat dilakukan dengan skema invstasi maupun skema titipan. Dalam penghimpunan dana dengan skema investasi dari nasabah pemilik dana (shahibul maal), bank syariah berperan sebagai pengelola dana atau biasa disebut dengan mudharib. Adapun pada penghimpunan dengan skema penitipan, bank syariah berperan sebagai penenrima titipan.
  2. Dana yang diterima oleh bank syariah selanjutnya disalurkan kepada berbagai pihak, antara lain mitra investasi, pengelola investasi, pembeli barang, dan penyewa barang atau jasa yang disediakan oleh bank syariah. Pada saat dana disalurkan dalam bentuk investasi, bank syariah berperan sebagai pemilik dana. Pada saat dana disalurkan dalam kegiatan jual beli, bank syariah berperan sebagai penjual dan pada saat disalurkan dalam kegiatan pengadaan obyek sewa, berperan sebagai pemberi sewa.
  3. Dari penyaluran dana kepada berbagai pihak, bank syariah selanjutnya menerima pendapatan berupa bagi hasil dari investasi, margin dari jual beli dan fee dari sewa dan berbagai jenis pendapatan yang diperoleh dari instrumen penyaluran dana lain yang dibolehkan.
  4. Pendapatan yang diterima dari kegiayan penyaluran selanjutnya dibagikan kepada nasabah pemilik dan atau penitip dana. Penyaluran dana kepada pemilik dana bersifat wajib sesuai dengan porsi bagi hasil yang disepakati. Adapun penyaluran dana kepada nasabah penitip dana bersifat sukarela tanpa ditetapkan di muka sebelumnya dan biasa disebut dengan istilah bonus.
  5. Selain melaksanakan aktivitas penghimpunan dan penyaluran, bank syariah dalam sistem operasionalnya juga memberikan layanan jasa keuangan seperti jasa ATM, transfer, letter of credit, bank garansi, dsb. Oleh karena jasa tsb dilakukan tanpa menggunakan dana dari pemilik dana meupun peniyip dana, maka pendapatan yang diperoleh dari jasa tsb dapat dimiliki sepenuhnya oleh bank syariah tanpa harus dibagi.
Selain itu, bank syariah juga diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. ha; ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobolisasi dana-dana sosial (zakat, infaq, sodaqah). Operasional perbankan yang berdasarkan prinsip syariah ini diharapkan dapat memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam bermuamalah yang bebas dari praktek yang diharamkan Islam terutama praktek riba. Praktek dan sistem muamalah Islam diaplikasikan dalam setiap operasional dan produk-produk perbankan. produk-produk perbankan syariah dibuat sedemikian rupa sehingga bagi masyarakat non-muslim juga dapat menggunakan jasa perbankan syariah.


Penggunaan Dana Bank

Bank dalam menjalankan aktivitasnya berfungsi sebagai financial intermediary sehingga setelah berhasil menghimpun dana dari pihak ketiga, bank syariah berkewajiban untuk menyalurkan dana tsb untuk pembiayaan. Alokasi penggunaan dana bank syariah pasa dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian penting (Muhammad, 2005), yaitu:
a. Aktiva yang menghasilkan (earning asset), adalah aset bank yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Aset ini disalurkan salam bentuk investasi yang terdiri dari:
  1. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah).
  2. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (Musyarakah).
  3. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (Al-Ba'i).
  4. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (Ijarah dan Ijarah wa Iqtina)
  5. Surat-surat berharga syariah dan investasi lainnya
b. Aktiva yang tidak menghasilkan (non earning asset)
  1. Aktiva dalam bentuk uang tunai (cash asset), terdiri dari uang tunai, cadangan likuiditas (primary reserve) yang harus dipelihara pada bank sentral, giro pada bank dan item-item tunai lain yang masih dalam proses penagihan (collection).
  2. Pinjaman (qard), merupakan salah satu kegiatan bank syariah dalam mewujudkan tanggung jawab sosialnya sesuai dengan ajaran Islam.
  3. Penanaman dana dalam aktiva tetap dan investaris (premisis dan equipment).

Sumber Pendapatan Bank Syariah


Portofolio pembiayaan pada bank komersial menempati porsi terbesar, pada umumnya sekitar 55-60% dari total aktiva. Dari pembiayaan yang dikeluarkan atau disalurkan bank diharapkan dapat mendapatkan hasil. Tingkat penghasilan dari pembiayaan (yield on financing) merupakan tingkat penghasilan tertinggi bagi bank (Muhammad, 2005). Dengan demikian sumber pendapatan bank syariah dapat diperoleh dari:
  • Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah.
  • Keuntungan atas kontrak jual beli (AL-Ba'i)
  • Hasil sewa atas konstrak ijarah dan ijarah wa Iqtina.
  • Fee dan biaya administrasi jasa-jasa lainnya.

Instrumen Keuangan Syariah

Instrumen Keuangan Syariah dapat dikelompokkan menjadi:
a. Akad investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract. Kelompok ada ini adalah:
  1. Mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antar dua pihak atau lebih dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di muka, sedangkan apabila terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik dana sepanjang tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian oleh mudharib. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
  2. Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal. Bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang dagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship) atau hak paten/goodwill (intangible asset), kepercayaan atau reputasi.
  3. Sukuk (obligasi syariah), merupakan surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah.
  4. Saham syariah produknya harus sesuai syariah. Syarat lainnya adalah: perusahaan tsb memiliki piutang dagang yang relatif kecil dibandingkan total asetnya (Dow Jones Islamic: kurang dari 45%, perusahaan tsb memiliki utang kecil dibandingkan dengan nilai kapitalisasi pasar (Dow Jones Islamic: kurang dari 33%), dan perusahaan memiliki pendapatan bunga kecil (Dow Jones Islamic kurang dari 5%.
b. Akad jual beli/sewa menyewa yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk certainty contract. Kelompok akad ini antara lain:
  1. Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati antara penjual dan pembeli. Harga disepakati antara pembeli dan penjual pada saat transaksi dan tidak boleh diubah.
  2. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai. Sekilas transaksi ini mirip ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
  3. Istishna' memiliki sistem yang mirip dengan salam, namun dalam istishna' pembayaran dapat dilakukan di muka, cicilan dalam beberapa kali (termin) atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu. Biasanya istishna' diaplikasikan pada pembayaran manufaktur dan konstruksi dengan kontrak pembelian barang melalui pesanan (order khusus). Pembeli menugasi produsen (Al-Sani') untuk menyediakan barang pesanan (Al-Mashnu) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli (Al-Mustasni') dan menjualnya dengan harga yang disepakati.
  4. Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan manfaat atas obyek sewa yang disewakan.
c. Akad lainnya
  1. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing) dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis (misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya).
  2. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapanpun titipan diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tsb. Wadiah terbagi menjadi dua, yaitu  wadiah amanah dan wadiah yadhamanah. Wadiah amanah yaitu akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box. Sedangkan wadiah yadhamanah adalah akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang/uang titipan menjadi hak penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan.
  3. Qardhul hasan adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan, waktu pengembalian pinjaman. Biaya administrasi dalam jumlah yang terbatas diperkenankan untuk dibebankan kepada peminjam.
  4. Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuas dari satu pihak ke pihak lain. Untuk jasanya itu, yang dititipkan dapat memperoleh fee sebagai imbalan,
  5. Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas pembayaran utang satu pihak kepada pihak lain.
  6. Hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama kepada pihak lain atas dasar saling mempercayai.
  7. Rahn, merupakan suatu perjanjian pinjaman dengan jaminan aset. Berupa penahanan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.




DAFTAR PUSTAKA




Arifin, Zainul. 2009. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Tangerang:Azkia Publisher.
Muhammad. 2005. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.






Adsense Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENYUSUTAN ASET BERWUJUD   Pengertian penyusutan menurut PSAK  Nomor 17 adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjan...