Minggu, 08 Maret 2015

KONTROVERSI KONSERVATISME AKUNTANSI

Kontroversi dalam Konservatisme Akuntansi




Banyak kritik mengenai kegunaan prinsip konservatisme berkaitan dengan kualitas laporan keuangan, karena penggunaan metode yang konservatif akan menghasilkan angka-angka yang cenderung bias dan tidak mencerminkan realita. Monahan (1999) menyatakan bahwa semakin konservatif metode akuntansi yang digunakan, maka nilai buku ekuitas yang dilaporkan semakin bias (bervariasi antar waktu). Kondisi ini mendukung simpulan bahwa laporan keuangan itu sama sekali tidak berguna karena tidak dapat mencerminkan nilai perusahaan sesungguhnya. Penman dan Zhang (2002) menambahkan kritikan terhadap pendapat yang menyatakan bahwa praktek konservatisme dalam akuntansi menghasilkan laba yang berkualitas tinggi. Mereka berpendapat bahwa hubungan antara konservatisme dan kualitas laba dipengaruhi oleh pertumbuhan investasi. Jika perubahan investasi bersifat temporer, maka dampaknya terhadap laba dan tingkat kembalian (rate of return) juga temporer, dan mengakibatkan laba berkualitas rendah - tidak sustainable. Pemikiran serta bukti empiris menunjukkan masih terdapat kontroversi mengenai manfaat angka-angka akuntansi yang konservatif. 

Argumen yang dipakai untuk mendukung konservatisme sebagaimana diungkapkan oleh Hendriksen dan Breda (1992) yaitu 
  1. Sikap pesimistik dianggap perlu untuk menetralkan sikap optimistik berlebihan yang ada pada manajer dan pemilik. Para pengusaha mempunyai kecenderungan bersikap optimistik tentang perusahaan dan hal ini menimbulkan anggapan bahwa mereka juga akan menerapkan sikap tsb dalam memilih prinsip dan metode akuntansi untuk melaporkan keuangan. Dengan desakan dari pihak kreditor, sejak abad ke-19 para akuntan selalu menunjukkan sikap konservatif. Sikap ini terus dianut dan memberikan warna dalam praktek akuntansi masa kini.
  2. Overstatement laba dan aset lebih berbahaya daripada understatement laba dan aset. Di sini ada anggapan bahwa konsekuensi karena kesalahan memperkirakan keuntungan berakibat lebih serius daripada konsekuensi karena kesalahan memperkirakan kerugian atau kebangkrutan. Oleh karenanya para akuntan memerlukan verifikasi yang lebih tinggi untuk mengakui pendapatan yang mungkin timbul dibanding mengakui biaya yang mungkin timbul. 
Pendapat lain dikemukakan oleh Kam (1995) dan Qiang (2003) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa aspek yang menyebabkan konservatisme akuntansi ditolak antara lain:

  1. Ketidakkonsistenan. Ketika aset dilaporkan terlalu rendah karena digunakan atau dijual, hal ini akan mengakibatkan laba dilaporkan terlalu tinggi. Dalam kasus lain, laba yang dilaporkan terlalu rendah pada periode sekarang akan dilaporkan terlalu tinggi pada periode berikutnya.
  2. Ketidakteraturan. Tingkat konservatisme dalam laporan keuangan berkaitan dengan perihal kebijakan perusahaan. Misalnya, ketika mengantisipasi kerugian, mungkin dicatat dan mungkin tidak karena suatu ekspektasi selalu dapat direvisi.
  3. Penyembunyian. Investor mengalami kesulitan menentukan dan menemukan jumlah aset yang dilaporkan terlalu rendah, sehingga dalam kasus ini investor dalam posisi tidak diuntungkan dan memberi peluang keuntungan bagi pihak dalam.
  4. Kontradiktif. Konservatisme akuntansi bertentangan dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan antara lain, relevan, reliabilitas, dan komparabilitas.  


Akuntansi Konservatif Bermanfaat


Walaupun terdapat kritikan tentang kegunaan konservatisme akuntansi, namun prinsip ini masih dianggap baik dan dilaksanakan dalam praktek, karena berdasarkan pengalaman bertahun-tahun telah menunjukkan bahwa akuntan melakukan kehati-hatian dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan. Alasan mendasar adalah karena terdapat kecenderungan secara alami bahwa manajer dan pemilik, cenderung overoptimistic dalam melaporkan perkembangan perusahaannya (Juanda, 2007). Givoly dan Hayn (2000) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konservatisme di Amerika Serikat. Akuntansi konservatif akan menguntungkan dalam kontrak-kontrak antara pihak dalam perusahaan maupun dengan luar perusahaan. Konservatisme dapat membatasi tindakan manajer untuk membesar-besarkan laba serta memanfaatkan informasi yang asimetri ketika menghadapi klaim atas aktiva perusahaan.

Para peneliti yang menyatakan konservatisme dalam akuntansi bermanfaat yaitu apabila laba konservatif yang disusun menggunakan prinsip akuntansi yang konservatif mencerminkan laba minimal yang dapat diperoleh perusahaan sehingga laba yang disusun dengan metode yang konservatif bukanlaba yang dibesar-besarkan nilainya, sehingga dapat dianggap sebagai laba yang berkualitas (Almilia, 2004). Ahmed, et al (2000) membuktikan bahwa konservatisme dapat berperan mengurangi konflik yang terjadi antara manajemen dan pemegang saham akibat kebijakan deviden yang diterapkan perusahaan. Untuk menghindari konflik, manajemen cenderung menggunakan akuntansi yang lebih konservatif.

Pendukung konservatisme akuntansi menyajikan laba dan aktiva dengan prinsip penundaan pengakuan keuntungan dan secepatnya mengakui adanya kerugian. Prinsip ini memang akan menyebabkan laba dan aktiva periode berjalan menjadi lebih rendah. Bila terjadi kenaikan laba dan aktiva di masa datang akibat prinsip ini, hal tsb disebabkan oleh keuntungan yang semula ditunda pengakuannya telah diakui oleh perusahaan karena dipastikan akan terealisasi. Jadi bukan berarti peningkatan laba dan aktiva masa datang merupakan cermin dari tidak konservatifnya perusahaan (Watts, 2003).

Watts (2003) menjelaskan bahwa Konservatisme akuntansi juga bermanfaat untuk menghindari perilaku oprtunistik manajer berkaitan dengan kontrak-kontrak yang menggunakan laporan keuangan sebagai media kontrak yang efisien dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Oleh karena itu, konservatisme akuntansi dapat digunakan untuk menghindari moral hazard yang disebabkan oleh pihak-pihak yang mempunyai informasi yang asimetri. Pada dasarnya manajer ingin kinerjanya dinilai baik oleh pemegang saham, sehingga mereka melaporkan laba yang besar agar pemegang saham tertarik melakukan investasi pada perusahaan tsb, misalnya dengan melakukan praktek manajemen laba. Konservatisme akuntansi di sini dapat bermanfaat karena menjadi satu mekanisme yang mencegah manajer melakukan hal tsb. 



Akuntansi Konservatif  Tidak Bermanfaat

Mayangsari dan Wilopo (2002) berpendapat bahwa suatu laporan keuangan jika penyusunannya menggunakan metode yang konservatif akan mengakibatkan laporan keuangan yang dihasilkan cenderung bias dan tidak mencerminkan realita. Klein dan Marquadt (2000) dalam Juanda (2007) menambahkan pernyataan yang mengkritik adanya prinsip konservatisme dalam pelaporan keuangan, yaitu bahwa terdapat dua aspek yang menjadikan konservatisme akuntansi mengurangi kualitas laporan keuangan terutama masalah relevansi. 


  • Pertama, konservatisme melaporkan terlalu rendah baik laba maupun aset. Hal ini akan mempengaruhi kualitas relevansi laporan keuangan khususnya netralitas. karena ingin mempertahankan reliabilitas, kadang perusahaan mengabaikan relevansi informasi atau sebaliknya. Misalnya ketika mencatat kerugian kontijensi atau mencatat biaya riset dan pengembangan. Konservatisme mendorong adanya penyimpangan karena sikap pesimistik, walaupun hal ini memang diharapkan oleh kreditur, namun akan menjadi masalah ketika melakukan analisis ekuitas.
  • Kedua, konservatisme merupakan hasil dari penundaan pengakuan secara selektif terhadap berita baik, sementara dengan segera mengakui berita buruk. Hal ini dapat mengakibatkan understatement terhadap laba yang dilaporkan untuk periode saat ini, tetapi overstatement terhadap laba yang dilaporkan untuk periode yang akan datang.  

Pernyataan yang diungkapkan Klein dan Marquadt (2000) tsb senada dengan Watts (2003) yakni tentang adanya overstatement terhadap laba dalam periode berikutnya yang disebabkan understatement terhadap biaya pada periode tsb. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerapan konsep ini akan menghasilkan laba yang berfluktuatif, yang berarti bahwa laba tsb akan mengurangi daya prediksi laba untuk memprediksi aliran kas perusahaan pada masa yang akan datang (Sari dan Adhariani, 2009).









DAFTAR PUSTAKA




Ahmed and Duellman. 2007. Accounting Conservatism and Board of Director Characteristic: An Empirical Analysis. Journal of Accounting and Economics.

Almilia, Luciana SPica. 2004. Pengujian Size Hypothesis dan Debt/Equity Hypothesis yang Mempengaruhi Tingkat Konservatisme Laporan keuangan Perusahaan. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 7.

Givoly, D., and Hayn. 2000. The Changing Time Properties of Earnings, Cash Flows and Accruals : Has Financial Reporting Become More Conservative?.Journal of Accounting and Economics 29, 287-320.

Juanda, Ahmad. 2007. Pengaruh Risiko Litigasi dan Tipe Strategi terhadap Hubungan antara Konflik Kepentingan dan Konservatisme Akuntansi. Naskah Publikasi penelitian Dasar keilmuan: FE-UMM.

Mayangsari, Sekar, dan Wilopo. 2002. Konservatisme Akuntansi, value Relevance dan Discretionary Accruals: Implikasi Empiris Model Feltham Ohlson (1996). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5 No. 3 September: 291-310.

Penman, S. and X. Zhang. 2002. Accounting Conservatism, The Quality of Earnings, and Stock Returns. The Accounting Review (April): 237-264.

Sari, Cyntia dan Desi Adhariani. 2009. Konservatisme Perusahaan di Indonesia dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. SNA XII : Ikatan Akuntansi Indonesia.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENYUSUTAN ASET BERWUJUD   Pengertian penyusutan menurut PSAK  Nomor 17 adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjan...